MENGHISAB DIRI SETIAP HARI

BAGINDA Nabi Muhammad saw. pernah bersabda, sebagaimana dituturkan oleh Syaddad bin Aus ra., ”Orang yang cerdas  adalah orang yang selalu mengendalikan hawa nafsunya dan beramal untuk kehidupan setelah kematian.” (HR at-Tirmidzi).

Dikatakan bahwa di antara pengertian ”orang yang mengendalikan hawa nafsunya” (mân dâna nafsahû) dalam hadis di atas adalah orang yang selalu menghisab dirinya di dunia sebelum dirinya dihisab pada Hari Kiamat. Terkait dengan hadis ini, Umar bin al-Khaththab ra. pernah berkata, ”Hisablah diri kalian sebelum kalian dihisab oleh Allah SWT kelak. Bersiaplah menghadapi Hari Perhitungan yang amat dahsyat. Sesungguhnya hisab pada Hari Kiamat akan terasa ringan bagi orang yang selalu menghisab diri ketika di dunia.” (Lihat: Al-Mubarakfuri, Tuhfah al-Ahwadzi bi Syarh Jamî’ at-Tirmidzi).

Terkait itu, Baginda Nabi Muhammad saw., misalnya, pernah semalaman tidak dapat tidur karena khawatir memikirkan sebutir kurma—hanya sebutir kurma—yang terlanjur beliau makan di suatu tempat. Pasalnya, belakangan beliau berpikir bahwa kurma itu mungkin bagian dari kurma sedekah yang disediakan untuk fakir-miskin. Itulah yang menjadi beban pikiran beliau semalaman.

Diriwayatkan pula, pada zaman Khalifah Utsman bin Affan ra., seorang Anshar sedang shalat di tengah-tengah kebunnya. Lalu pandangannya tertuju pada buah-buahan ranum yang bergantungan di dahan-dahan pepohonan. Usai shalat, ia pun menyesal. Ia lalu segera mewakafkan kebunnya miliknya itu demi ’menebus’ kesalahannya (Imam Malik, Al-Muwaththa’).

Dua fragmen di atas mungkin bagi kita semacam kisah-kisah ’manusia langit’ yang sepertinya mustahil kita teladani. Asumsi semacam itu sesungguhnya hanyalah menunjukkan, bahwa kita benar-benar sudah sangat jauh dengan keteladanan Baginda Nabi saw. dan generasi salafush-shalih dulu. Mengapa? Karena mungkin—salah satunya—kita jarang melakukan muhâsabah. Kalaupun kita melakukan muhâsabah, mungkin itu kita lakukan setahun sekali, saat pergantian tahun atau saat ’berulang tahun’, atau mungkin saat terkena musibah. Padahal dosa dan kemaksiatan kita lakukan setiap hari, bahkan mungkin setiap waktu. Tentu, semua dosa dan kemaksiatan itu sangat mudah kita lupakan, karena muhâsabah setahun sekali tak mungkin bisa mendeteksi seluruh dosa setiap hari, apalagi setiap waktu. Dosa setiap hari atau setiap waktu hanya akan mudah dideteksi jika kita melakukan muhâsabah setiap hari atau setiap waktu.

Wa maa tawfiiqii illaa bilLaahi ‘alayhi tawakkaltu wa ilayhi uniib.

Arief B. Iskandar

(Khadim Ma’had Wakaf Darun Nahdhah al-Islamiyyah Bogor)

===============================

📲 Yuk Beramal Jariyah : berbagi.link/amaljariyah
➡ Yuk Gabung Di Channel Telegram : https://t.me/pesantrendarunnahdhah

Raihlah Pahala Jariyah dengan menyebarkan konten Dakwah ini sebagai bentuk partisipasi & dukungan anda untuk Dakwah Islam.