KEUTAMAAN MERINGANKAN BEBAN ORANG LAIN

MELEPASKAN beban atau kesulitan orang lain telah diperintahkan secara tegas oleh Rasulullah saw., “Seluruh makhluk adalah keluarga Allah. Yang paling Allah cintai di antara mereka adalah yang paling memberikan manfaat kepada-hamba-hamba-Nya.” (HR ath-Thabrani dan al-Baihaqi).

Rasulullah saw. pun pernah bersabda, “Siapa yang melepaskan suatu beban/kesulitan dari seorang Muslim di dunia, Allah pasti akan melepaskan dari dirinya suatu beban/kesulitan di antara beban-beban di akhirat…Allah senantiasa menolong seorang hamba selama hamba itu menolong saudaranya.” (An-Nasa’i, ath-Thabrani dan al-Baihaqi).

Beliau juga pernah bersabda, “Siapa saja yang suka diringankan bebannya dan dikabulkan doanya, hendaklah ia memudahkan orang yang sedang kesulitan dan mendoakan dirinya.” (HR Muslim).

Abdullah bin Dinar menuturkan riwayat dari salah seorang Sahabat Nabi saw. bahwa pernah ditanyakan kepada beliau, “Siapakah orang yang Allah paling cintai?” Beliau  bersabda, “Orang yang paling Allah cintai adalah yang paling bermanfaat bagi manusia. Sesungguhnya amal yang paling Allah sukai adalah memasukan rasa bahagia ke dalam kalbu orang Mukmin (yaitu dengan cara): melepaskan bebannya, membayarkan utangnya dan menghilangkan rasa laparnya. Sungguh, aku berjalan bersama saudaraku yang Muslim demi memenuhi kebutuhannya adalah lebih aku sukai daripada beritikaf di masjid selama dua bulan…Siapa saja yang berjalan menyertai saudaranya yang Muslim demi memenuhi suatu kebutuhannya hingga dia mampu meneguhkan keadaannya, Allah akan meneguhkan kedua kakinya pada Hari Kiamat nanti pada saat banyak kaki-kaki manusia tergelincir…” (HR ath-Thabrani, Mu’jam al-Kabîr, III/11).

Dalam riwayat lain disebutkan, Rabi bin Shabih menuturkan bahwa Al-Hasan pernah berkata, “Sungguh, memenuhi kebutuhan seorang Muslim lebih aku sukai daripada shalat seribu rakaat.” (Ibn Abi ad-Dunya’).

Bahkan memenuhi kebutuhan orang lain itu sebaiknya mesti dilakukan sebelum diminta oleh yang bersangkutan. Abdullah bin Ja’far berkata, “Sesungguhnya orang yang disebut pemurah itu bukanlah orang yang memberi engkau setelah diminta. Akan tetapi, orang pemurah itu adalah orang yang memberi tanpa diminta. Sebab sesungguhnya usaha yang dikerahkan orang-orang yang meminta kepada engkau jauh lebih keras dari apa yang engkau berikan kepada dirinya.” (Ibn Abi ad-Dunya’, Qadhâ’ al-Hawâ’ij).

Wa maa tawfiiqii illaa bilLaahi ‘alayhi tawakkaltu wa ilayhi uniib.

Arief B. Iskandar

(Khadim Ma’had Wakaf Darun Nahdhah al-Islamiyyah Bogor)

===============================

📲 Yuk Beramal Jariyah : berbagi.link/amaljariyah
➡ Yuk Gabung Di Channel Telegram : https://t.me/pesantrendarunnahdhah

Raihlah Pahala Jariyah dengan menyebarkan konten Dakwah ini sebagai bentuk partisipasi & dukungan anda untuk Dakwah Islam.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *