SIAPAPUN tahu, Abdurrahman bin Auf ra. adalah salah seorang sahabat Rasulullah saw. yang dijamin masuk surga. Yang paling menonjol dari sosok ahli surga ini paling tidak ada dua. Pertama: Kekayaannya yang luar biasa berlimpah-ruah. Kedua: Sedekahnya yang luar biasa untuk kepentingan dakwah, jihad fi sabilillah ataupun untuk menyantuni fakir miskin.
Terkait yang terakhir ini, Abdurrahman bin Auf ra. pernah menjual tanahnya seharga 40 ribu dinar (kira-kira Rp 80 miliar). Seluruh hasil penjualannya lalu ia bagi-bagikan kepada fakir-miskin, termasuk kepada para istri Nabi saw. (HR al-Hakim). Beliau pun pernah membebaskan sebanyak 30.000 budak wanita [1 budak bisa seharga 100 ekor unta] (HR Abu Nu’aim).
Pertanyaannya: Maukah kita seperti sosok Abdurrahman bin Auf ra.; kekayaannya berlimpah-ruah serta banyak bersedekah?
Jawabannya: tentu saja. Namun, yang lebih penting dari itu sesungguhnya adalah pertanyaan: sudahkah harta kita benar-benar halal dan berkah, sebagaimana harta Abdurrahman bin Auf ra.? Inilah justru aspek amat penting terkait dengan harta, tetapi jarang diperhatikan orang. Yang paling sering diperhatikan orang baru sebatas kehalalan ‘zat’ harta, seperti apakah makanan atau minuman tertentu halal atau tidak. Perhatian kebanyakan orang belum sampai sepenuhnya pada bagaimana ‘cara’ memperoleh harta.
Contoh yang paling marak dan paling menggiurkan sebagian orang akhir-akhir ini adalah bisnis investasi; baik investasi emas, investasi di bidang perkebunan, investasi di bidang alat-alat komunikasi, ataupun investasi untuk komoditas barang tertentu lainnya. Modusnya: suatu lembaga bisnis (bisa berbentuk PT atau bahkan koperasi) menawarkan investasi kepada masyarakat atau para calon investor untuk menanamkan modalnya dalam suatu usaha. Biasanya mereka diiming-imingi keuntungan ‘pasti’ sekian persen, jauh melebihi bunga berjangka. Ujung-ujungnya, seperti terbukti dalam banyak kasus, perusahaan atau koperasi tersebut tidak memenuhi janjinya. Entah karena memang investasinya bodong atau karena memang bisnisnya tidak menguntungkan sesuai harapan. Akibatnya bagi para investor, bukan hanya keuntungan tidak didapat, bahkan modal yang dia investasikan pun amblas.
Mengapa hal ini bisa terjadi, bahkan terus berulang? Tidak lain, karena sejak awal orang tidak begitu peduli terhadap akad-akad bisnis yang syar’i. Yang penting bisa cepat kaya secara instan. Sebaliknya, mereka lupa bahwa investasi yang mereka lakukan sejak awal bermasalah dari sisi syariah. Akibatnya, bukan hanya akan rugi di akhirat karena pasti diazab, di dunia pun hartanya tak mendatangkan keberkahan.
Wa maa tawfiiqii illaa bilLaahi ‘alayhi tawakkaltu wa ilayhi uniib.
Arief B. Iskandar
(Khadim Ma’had Wakaf Darun Nahdhah al-Islamiyyah Bogor)
===============================
📲 Yuk Beramal Jariyah : berbagi.link/amaljariyah
➡ Yuk Gabung Di Channel Telegram : https://t.me/pesantrendarunnahdhah
Raihlah Pahala Jariyah dengan menyebarkan konten Dakwah ini sebagai bentuk partisipasi & dukungan anda untuk Dakwah Islam.